Rumah Gadang
Rumah Gadang dimana Bumbung rumah adat Minangkabau yang dipanggil rumah gadang,
(Rumah Besar) memiliki rupa bentuk yang unik karena ia menyerupai
tanduk kerbau.Terdapat juga prinsip-prinsip tertentu dalam pembinaan
rumah adat Minangkabau. Orang Minangkabau atau Minang adalah kumpulan etnik Nusantara yang berbahasa dan menjunjung adat Minangkabau. Wilayah penganut kebudayaannya meliputi Sumatera barat, separuh darat riau, bagian utara bengkulu, bagian barat jambi, bagian selatan sumatera utara, barat daya aceh, dan juga Negeri Sembilan di malaysia.Kebudayaan
mereka adalah bersifat keibuan (matrilineal), dengan harta dan tanah
diwariskan dari ibu kepada anak perempuan, sementara urusan agama dan
politik merupakan urusan kaum lelaki (walaupun setengah wanita turut
memainkan peranan penting dalam bidang ini). Kini sekitar setengah orang
Minangkabau tinggal di rantau, mayoritas di Kabupaten dan Kota besar di
Indonesia dan Malaysia. Orang Melayu di Malaysia banyak yang berasal
dari Minangkabau, mereka utamanya mendiami negeri sembilan dan Johor. Walaupun suku Minangkabau kuat dalam pegangan agama Islam. mereka juga kuat dalam mengamalkan tradisi turun-temurun yang digelar adat. Beberapa unsur adat Minangkabau berasal dari paham dan agama animise Hindu
yang telah lama ada sebelum kedatangan Islam. Walau bagaimanapun,
pengaruh agama Islam masih kuat di dalam adat Minangkabau, seperti yang
tercatat di dalam pepatah mereka, Adat basandi syara’, syara’ basandi Kitabullah, yang bermaksud, adat (Minangkabau) bersendi hukum Islam dan hukum Islam bersendi Al Qu'ran.
Orang Minangkabau sangat menonjol dibidang perniagaan atau perdagangan,
sebagai profesional dan intelektual. Mereka merupakan pewaris terhormat
dari tradisi tua Kerajaan melayu dan Sriwijaya yang gemar berdagang dan dinamik.
Ukiran
Pada
bagian dinding Rumah Gadang di buat dari bahan papan, sedangkan bagian
belakang dari bahan bambu. Papan dinding dipasang vertikal, sementara
semua papan yang menjadi dinding dan menjadi bingkai diberi ukiran,
sehingga seluruh dinding menjadi penuh ukiran. Penempatan motif ukiran
tergantung pada susunan dan letak papan pada dinding Rumah Gadang.
Pada
dasarnya ukiran pada Rumah Gadang merupakan ragam hias pengisi bidang
dalam bentuk garis melingkar atau persegi. Motifnya umumnya tumbuhan
merambat, akar yang berdaun, berbunga dan berbuah. Pola akar biasanya
berbentuk lingkaran, akar berjajaran, berhimpitan, berjalinan dan juga
sambung menyambung. Cabang atau ranting akar berkeluk ke luar, ke dalam,
ke atas dan ke bawah.
Disamping
motif akar, motif lain yang dijumpai adalah motif geometri bersegi
tiga, empat dan genjang. Motif daun, bunga atau buah dapat juga diukir
tersendiri atau secara berjajaran.
Fungsi
Rumah
Gadang sebagai tempat tinggal bersama, mempunyai ketentuan-ketentuan
tersendiri. Jumlah kamar bergantung kepada jumlah perempuan yang tinggal
di dalamnya. Setiap perempuan dalam kaum tersebut yang telah bersuami
memperoleh sebuah kamar. Sementara perempuan tua dan anak-anak
memperoleh tempat di kamar dekat dapur. Gadis remaja memperoleh kamar
bersama di ujung yang lain.
Seluruh bagian dalam Rumah Gadang merupakan ruangan lepas kecuali kamar tidur. Bagian dalam terbagi atas lanjar
dan ruang yang ditandai oleh tiang. Tiang itu berbanjar dari muka ke
belakang dan dari kiri ke kanan. Tiang yang berbanjar dari depan ke
belakang menandai lanjar, sedangkan tiang dari kiri ke kanan menandai ruang. Jumlah lanjar bergantung pada besar rumah, bisa dua, tiga dan empat. Ruangnya terdiri dari jumlah yang ganjil antara tiga dan sebelas.
Rumah Gadang biasanya dibangun diatas sebidang tanah milik keluarga induk dalam suku/kaum tersebut secara turun temurun dan hanya dimiliki dan diwarisi dari dan kepada perempuan pada kaum tersebut Dihalaman depan Rumah Gadang biasanya selalu terdapat dua buah bangunan Rangkaian, digunakan untuk menyimpan padi. Rumah Gadang pada sayap bangunan sebelah kanan dan kirinya terdapat ruang anjung
(Bahasa Minang: anjuang) sebagai tempat pengantin bersanding atau
tempat penobatan kepala adat, karena itu rumah Gadang dinamakan pula
sebagai rumah Baanjuang. Anjung pada kelarasan Bodi-Chaniago
tidak memakai tongkat penyangga di bawahnya, sedangkan pada kelarasan
Koto-Piliang memakai tongkat penyangga. Hal ini sesuai filosofi yang
dianut kedua golongan ini yang berbeda, salah satu golongan menganut
prinsip pemerintahan yang hirarki menggunakan anjung yang memakai
tongkat penyangga, pada golongan lainnya anjuang seolah-olah mengapung
di udara. Tidak jauh dari komplek Rumah Gadang tersebut biasanya juga
dibangun sebuah surau yang berfungsi sebagai tempat ibadah, tempat
pendidikan dan juga sekaligus menjadi tempat tinggal lelaki dewasa, kaum
tersebut yang belum menikah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar