Jumat, 22 Juni 2012

Rindu Ayah Yang Telah Tiada


ayah, sedang apa kau disana ?
aku merindukanmu...
ayah,  kini ku sudah beranjak dewasa
ayah pasti bahagia sudah mempunyai 9 cucu dari anak - anak ayah
dan aku yang dulu hanya sesaat ayah gendong
sekarang sudah berhasil mengenakan toga sesuai yang ayah harapkan...
ayah, setiap aku melihat foto mu, air mata ini terus berjatuhan..
tak sanggup hati ini menahan kerinduan pada mu..

hari demi hari aku lewati tanpa kehadiran mu,  tetapi wajah mu selalu ada di hati  ku..aku ingin seperti dahulu, ketika ayah mengajak ku pergi bermain kesuatu tempat, alangkah senangnya hati ku pada saat itu.. 
seandainya waktu dapat di ulang kembali, aku ingin menghabiskan banyak waktu untuk terus bersama mu, 
dan membahagiakan mu..

ayah, banyak hal yang ingin aku critakan sama ayah..
tapi apa daya, hanya photo yang bisa aku lihat..
ayah, aku sungguh merindukanmu..
 
do'a ku selalu menyertai ayah, semoga kelak kita bisa berkumpul di surgaNya yang abadi, dan semoga ibu diberikan kebahagiaan dimasa tuanya.. 
ayah, semoga segala amal ibadahmu diterima disisiNya.. aamiin..

aku mencintai ayah..
dari sikecil yg sudah beranjak dewasa
salam sayang ku untukmu ayah.

ST. Yogi Saputra Akbar

Do’a Untuk Ibu

“Ibu merupakan kata tersejuk yang dilantunkan oleh bibir – bibir manusia. Dan “Ibuku” merupakan sebutan terindah. Kata yang semerbak cinta dan impian, manis dan syahdu yang memancar dari kedalaman jiwa.” Kahlil Gibran
Namaku Dewantara Alexandria. Orang-orang di sekitarku memanggilku dengan nama Tara. Aku sebenarnya lebih suka di panggil Alex ketimbang Tara. Alasannya karena Tara itu kesannya nama cewek. Aku 22 tahun dan saat ini aku menjadi seorang penulis lepas di beberapa majalah dan sekaligus aktivis sosial.
Aku kos di salah satu sudut pinggiran kota Jakarta. Bukan kos mewah. Hanya sebuah kamar ukuran 2×3 meter tanpa perabot sama sekali. Kata orang ada harga ada mutu. Aku sudah terbiasa tidur dengan keadaan berkeringat saking panasnya. Atau di tatap sinis sama ibu kos gara-gara telat bayar uang bulanan. Menahan lapar bahkan tidak makan berhari-hari adalah hal yang biasa bagiku. Yang penting bisa minum. Minum air sumur atau kran di toilet umum jika dalam keadaan terpaksa. Itulah penyebab kenapa aku jadi kurus. Kata teman-temanku kurus kering seperti ikang kering yang dijemur. Apa lagi kalau lagi dikejar deadline sementara ide di kepala lagi macet total seperti pemdandangan sehari-hari di kota Jakarta. Tapi aku menikmati semuanya itu. Wajahku pas-pasan. Hanya kata orang aku memiliki sorot mata yang tajam dan kulit sawo matang yang aku warisi dari ibuku.
Satu hal yang aku pelajari dari hidup ini adalah “hidup untuk memberi sebanyak-banyaknya bukan hanya untuk menerima sebanyak-banyaknya.” Itu alasan kenapa aku mau memutuskan untuk menjadi seorang aktivis sosial. Aku tidak terlahir dari keluarga yang mewah. Aku hanya dilahirkan dan dibesarkan dari keluarga yang sederhana dan penghasilan orang tuaku cukup hanya untuk makan sehari-hari. Aku memutuskan meninggalkan rumah ketika kedua orang tuaku tidak setuju dengan keinginanku untuk menjadi aktivis sosial.
“Kita ini bukan orang kaya, nak! Tapi kalau itu keinginannmu, lakukanlah.” ucap ibuku.
“Makan saja susah. Bagaimana mau menolong orang lain?” imbuh ayahku dengan tampang ketidak setujuannya.
“Tapi ini jalan yang Tara pilih, pa.”
“Tara, kamu itu pintar! Kamu bisa mendapatkan beasiswa untuk kuliah.”
“Tara bisa menuntut ilmu dimana saja, pa. Tanpa harus kuliah. Percayalah, Tara ngga akan menyusahkan papa dan mama,” aku mencoba memberikan penjelasan.
Ruang tamu malam itu mendadak hening. Di luar sana rembulan tampak malu-malu memancarkan pesonanya.
“Kamu tinggal pilih. Kamu tetap mau menjadi aktivis sosial atau kerja sambil kuliah?”
Aku kaget dengan ucapan ayahku. Aku tahu aku bisa kuliah sambil kerja dan sekaligus menjadi seorang aktivis sosial tapi aku belum tertarik untuk kuliah. Kerja? Sarjana aja banyak yang menganggur apa lagi aku yang hanya lulusan SMA? Hatiku sudah bulat untuk menjadi aktivis sosial.
“Jawab?” bentak ayahku dengan nyaring dan penuh ketegasan.
“Tara tetap dengan keputusan Tara untuk menjadi aktivis sosial,” ucapku sambil melihat ibuku yang tertunduk menahan air matanya.
“Kalau begitu, kamu bisa tinggalkan rumah ini. Malam ini juga!”
Bagaikan petir di siang bolong menyambar hatiku mendengar ucapan ayahku. Aku tahu ayahku tidak akan mengubah keputusannya. Aku tahu jika beliau sudah mengatakan A maka yang terjadi harus A. Hanya Tuhan yang sanggup mengubah keputusan itu. Mungkin satu-satunya kesamaan yang aku punya dengan ayahku adalah kami sama-sama keras kepala. Sepertinya hanya itu yang aku warisi dari ayahku. Selebihnya dari ibuku apa lagi bentuk fisik seperti warna kulit dan rambut lurus.
Aku beranjak meninggalkan ruang tamu dan masuk ke kamar untuk mengemasi bajuku. Ibuku menyusul masuk ke kamar.
Dengan spontan aku memeluknya.
“Kamu mau tinggal dimana?”
“Ma, ngga usah kuatir, aku akan baik-baik saja. Aku hanya butuh doa mama. Hanya itu.”
“Besok, mama akan bilang apa kalau adik-adikmu mencari kamu?”
Aku melepaskan diri dari pelukan ibuku. Aku mengusap air matanya. Aku tidak ingin dia menangis meski aku sendiri berusaha sekuat tenaga untuk tidak menangis.
“Katakan saja aku pergi untuk memenuhi panggilan hidupku.”
“Kamu dan papamu sama-sama keras. Mama tidak bisa meluluhkan hati kalian berdua.”
Aku kembali memeluk ibuku. Setelah puas aku mengemasi pakaianku seadanya. Aku membuka lemari pakaian yang sudah tua dimakan rayap. Disana hanya tergantun seragam SMAku yang penuh coretan dan 2 kaos oblong serta satu celana jeans. Di sisi lainnya hanya ada pakaian sehari-hariku yang bisa dihitung jari. Aku memasukan semuanya itu ke dalam ranselku yang warnanya sudah luntur.
Ibu hanya duduk lesuh di ranjangku. Aku menghampirinya.
“Mama jangan sedih ya! Tara janji akan membuat mama bahagia. Mama akan tersenyum dengan pilihan hidup Tara. Sayapku sudah tumbuh, aku ingin terbang. Merebut kemenangan di mana pun adanya. Aku akan pergi untuk kembali, ma. Janganlah menangis. Biar kucari jalanku sendiri.”
“Mama percaya dengan kamu Tara,” ucap ibu lalu menanggalkan satu-satunya perhiasan yang dia punya. Cincin yang selalu dikenakannya. Cincin yang aku sendiri tidak tahu sejak kapan dia memakainya.
“Mama hanya punya ini. Ambillah. Kamu bisa menjualnya untuk kebutuhanmu. Mama tidak punya uang. Hari ini untuk makan saja, mama harus pinjam sekaleng beras dengan tetangga. Pesan mama, bukan seberapa besar yang bisa kita beri kepada orang lain tapi seberapa besar hati kita pada waktu memberi dan melakukan sesuatu.”
Aku memeluk erat ibuku kembali. Pelukan yang sampai hari ini masih terasa. Pelukan seorang ibu yang penuh dengan kasih sayang. Pelukan seorang anak kepada ibunya. Ibu yang pernah berjuang mati-matian untuk melahirkan dan membesarkan anaknya.
Ibu yang selalu dan selalu berusaha membelikan aku dan adik-adikku kue kecil di setiap momentum penting. Ibu tidak pernah kekurangan akalnya, bagaimana di setiap ulang tahun kami ada kue kecil sebagai pengganti kue ulang tahun. Ibu berusaha menghemat sekuat tenaga uang dapur yang ada. Ah… Ibuku memang kreatif. Apa lagi kalau merangkai kata-kata indah. Kata-kata yang menjadi cambuk bagiku untuk terus maju meski dalam keadaan terpuruk sekali pun.
Aku masih ingat ketika pulang sambil menangis karena nilau ujianku merah. Ibu hanya berkata, “Tidak ada orang yang bodoh di dunia ini,yang ada hanya orang yang pintar dan belum pintar. Nilai bukan segalanya tapi bagaimana kamu berusaha sebisa kamu. Setiap orang memiliki kemampuan yang berbeda.Ada yang pintar dan ada yang belum pintar.Dan penddikan bertugas mengubah yang pintar menjadi lebih pintarSerta yang belum pintar menjadi pintar.”
“Malam ini Tara akan nginap di rumah Marcel. Besok Tara akan cari kos.”
“Sudahlah. Kalau ada apa-apa jangan lupa kabarin mama. Burung pipit pun tahu kalau dia harus tetap bisa hidup sekalipun harus mematuki sisa padi di lumbung sang petani. Mau atau tidak mau ,hidup ini ada untuk dihidupkan. Oleh karena itu kamu hidup dengan bernafas, maka hidupkanlah nafasmu.”
Hati kecilku terasa perih. Aku tidak punya handphone lagi. Aku menjualnya dua hari yang lalu untuk biaya sekolah adikku. Handphone yang aku dapatkan sewaktu menang menulis cerpen di salah satu majalah remaja terkenal. Bagaimana aku bisa mengabarinya kalau ada apa-apa? Dan bagaimana dia akan menghubungiku kalau ada apa-apa di rumah?
Beliau diam. Menarik nafas dalam-dalam lalu menghembuskannya dengan pelan namun penuh semangat dan kekuatan.
“Buktikan pada dunia termasuk papamu. Kamu adalah sang pemimpi sejati. Ayunkan kakimu untuk mencoba meraih khayalanmu yang tertinggi. Kamu adalah pejuang hidupmu yang suka resiko. Kamu harus tahu, hidup ini penuh resiko dan tantangan. Ibu ingin melihat kamu merubah mimpi dan hayalmu menjadi realita yang menjadi karya abadi. Bukan imajinasi juga gambaranmu semata. Ibu percaya kamu bisa, Tara. Jika hatimu terasa gundah maka berbaringlah dalam kesunyianmu. Jika hatimu tak lekas cerah maka pejamkan matamu dan tidurlah. Bawa dirimu terbang dan melayang dalam indah dunia mimpi. Pejamkan dan bawa dirimu ke alam mimpi. Ketika kau telah sampai di alam mimpi, melayang dan bergembiralah di sana.Bermainlah dengan peri-peri kecilmu. Jika kamu telah lelah bermain. Jika hatimu telah riang, buka mata dan bangkitlah dari mimpimu karena ada orang-orang yang menantimu untuk merasakan belai kasihmu. Jangan pernah sia-siakan dunia ini kosong tanpa sentuhan hangat darimu, Tara.”
Aku sangat suka sewaktu aku kecil ibu selalu memotivasiku dengan cerita dongengnya. Ketika aku beranjak dewasa, ibu selalu menguntai kalimat indah dari bibirnya sebagai pengganti dongeng sebelum tidur.
Selesai mengemasi semua pakaian, aku beranjak ke ruang tamu di temani ibu. Aku ingin pamit dengan papaku. Tapi belum sempat aku menghampirinya, beliau langsung beranjak pergi meninggalkan rumah. Aku tidak bisa berbuat apa-apa. Aku berusaha untuk tegar. Aku memasuki sebuah kamar di mana adik-adikku tidur dengan berdesak-desakan. Ada Sastra, Agnes dan si kecil Moses. Aku menatap wajah mereka satu persatu. Wajah polos yang tak berdosa.
“Aku selalu merindukan, mama,” ucapku lirih ketika mencium dahinya yang penuh kerutan untuk pamit.
“Kalau kamu merasa lelah dan tak berdaya dan saat segala usaha sepertinya sia-sia. Tuhan tahu, kamu sudah berusaha. Ketika kamu lelah menangis sekian lama dan hatimu masih terasa pedih. Tuhan telah menghitung air matamu. Jika kamu tahu bahwa kamu sedang menunggu sesuatu namun waktu serasa berlalu begitu saja. Tuhan juga sedang menunggu bersama denganmu, bersama berjalannya waktu. Ketika kamu merasa sepi dan sendiri sementara orang-orang terlalu sibuk dengan diri masing-masing. Tuhan selalu berada di sampingmu, menemanimu. Ketika kamu pikir bahwa kamu telah mencoba segalanya dan tidak tahu hendak berbuat apa lagi, bersabarlah. Tuhan pasti punya jawabannya. Saat hatimu terasa tertekan, akal dan pikiranmu tak dapat menerima segalanya. Tuhan akan menenangkanmu. Saat kau dapat melihat secercah harapan yakinlah, saat ituTuhan sedang berbisik kepadamu. Saat kamu ingin bersyukur,sebelum kata syukur itu terucap, Tuhan telah menerima syukurmu. Ketika sesuatu yang indah terjadi dan kamu tersenyum dengan apa yang terjadi. Tuhan sedang tersenyum padamu. Ketika kamu memiliki tujuan dan mimpi untuk dipenuhi. Tuhan sudah membuka matamu dan dengan memanggil namamu. Ketika kamu terlupa dan berpaling, Tuhan tetap mengingatmu. Ketika kamu sadar dan ingin kembali, Tuhan akan selalu menerimamu. Seperti itulah juga ibu kepadamu, Tara.”
Aku tidak pernah menyalahkan Tuhan kalau aku terlahir di keluarga yang pas-pasan. Aku justru bersyukur. Meski keluargaku tidak memiliki harta yang mewah tapi setiap hari kami masih bisa bersyukur dan tetap bersukacita. Untuk apa memiliki harta kalau itu ternyata didapatkan dari cara yang tidak benar?
Dari ibuku aku belajar tentang arti memberi dan berkorban.
“Yang membedakan antara memberi dengan berkorban adalah rasa sakit. Ketika kamu memberi dan itu terasa sakit maka itulah yang namanya pengorbanan. Orang yang memberi belum tentu berkorban tapi mereka yang berani berkorban adalah mereka yang memberi dengan cara yang terbaik.” Itulah jawabannya dulu, ketika ku menanyakan tentang perbedaan antara memberi dan berkorban.
Dengan langkah yang pasti aku melangkah meninggalkan rumahku. Dari jalan setapak, aku memalingkan wajahku. Di rumah tua itu aku melihat lambaian dan senyuman ibuku. Lambaian tangan dan senyuman yang tak akan pernah aku lupakan sampai hari ini. Aku memantapkan langkahku dengan sebuah itikad di hatiku, “Sudah saatnya aku berani berdiri tegak pada kehidupanku dan bukan saatnya lagi aku merengek pada susah kehidupanku. Sudah saatnya aku pilih jalan berjuang bukan bertahan. Itulah artinya HIDUP.”
Ibuku adalah penopang dikala aku rapuh, rujukan dikala semuanya suram. Hanya tangisku sebagai saksi atas rasa cintaku padanya.
Dalam setiap malam ada doa yang kupanjatkan pada Sang Maha Kuasa untuk ibu.
“Berilah ibu balasan yang sebaik-baiknya atas didikan dan kasih sayang yang ibu limpahkan untukku. Lindungi dan peliharalah ibu sebagaimana ibu melindungi dan memeliharaku. Ya Tuhan, setiap penderitaan yang telah ibu rasakan akan Engkau perhitungkan untuk memberkatinya. Dalam tangan-Mu yang agung. Aku menyerahkan ibuku ke pada-Mu yang telah menciptakanku dan Ibu dari debu tanah. Amin.”

Kisah Siti Nurbaya dan Datuk Maringgih di Ranah Minangkabau

Siti Nurbaya.Legenda cerita rakyat yang mengisahkan tentang jalinan kasih yang tak sampai antara sepasang insan yang berujung pada kawin paksa. Sang pria bernama Syamsul Bahri,
selain berwajah tampan juga berasal dari keturunan orang terpandang. Bapaknya adalah seorang Penghulu yang terpandang, yakni Sutan Mahmud. Si gadis bernama Siti Nurbaya, berparas jelita, berambut panjang bak mayang terurai serta santun budinya anak dari Baginda Sulaiman. Jalinan cinta Siti dan Syamsul sangat direstui oleh kedua orang tuanya yang masih punya hubungan kekerabatan. Sutan Mahmud ayah Syamsul Bahri adalah Mamak Siti Nurbaya.
Setelah menamatkan sekolah tingkat atas, Syamsul Bahri melanjutkan sekolah calon Dokter di pulau Jawa untuk menatap masa depan yang lebih cerah. Tak terbayangkan betapa sedihnya Syamsul Bahri yang harus meninggalkan sang kekasih pujaan hati. Air mata Siti Nurbaya berlinang membasahi pipi disaat melepas kekasih hatinya di pelabuhan Teluk Bayur, dan berharap cepat kembali. Saling berkirim surat cinta adalah pengobat rindu mereka berdua.
Tahun berlalu musim berganti, musibah datang mendera keluarga Siti Nurbaya, usaha dagang ayahnya mengalami kebangkrutan, hingga jatuh miskin dan Baginda Sulaiman akhirnya jatuh sakit. Beliau akhirnya meminjam uang kepada seorang rentenir yang berbadan kurus dan suka beristri banyak bernama Datuk Maringgih. Hutang Baginda Sulaiman akhirnya bertumpuk dan berbunga pada Datuk Maringgih.
Suatu hari Datuk Maringgih pergi kerumah Baginda Sulaiman yang sedang sakit untuk menagih piutangnya. Disanalah Datuk Maringgih terpesona melihat kecantikan Siti Nurbaya. Datuk Maringgih memaksa Baginda Sulaiman untuk menjadikan Siti Nurbaya sebagai istri mudanya kalau ayah Siti Nurbaya tak sanggup untuk membayar hutangnya.
Siti Nurbaya menolaknya, karena dia sudah punya kekasih yakni Syamsul Bahri. Tapi Siti Nurbaya tak berdaya dan akhirnya dipersunting oleh Datuk Maringgih yang berumur sebaya dengan ayahnya. Kabar tersebut sampai ke telinga Syamsul Bahri, hatinya sangat sedih dan mencoba bunuh diri.
Suatu hari Syamsul Bahri pulang ke Padang dan bertemu degan Siti Nurbaya. Datuk Maringih naik pitam dan meyebarkan fitnah yang menyudutkan Syamsul Bahri. Akhirnya ia di usir oleh ayahnya Sutan Mahmud. Syamsul Bahri kembali ke Jakarta, diam-diam ia menyamar jadi tentara kompeni Belanda, dengan nama samaran Letnan Mas.
Datuk Maringgih menjadi benci kepada Siti Nurbaya, puncaknya ia melampiaskan dendamnya dengan memberikan Lemang beracun kepada pesuruhnya untuk diberikan kepada Siti Nurbaya. Siti Nurbaya menemui ajalnya setelah memakan lemang beracun kiriman Datuk Maringgih.
Pada saat tragedi Balesting (Saudagar-saudagar pribumi yang tidak mau membayar upeti/pajak dibawah pimpinan Datuk Mariggih), dikirimlah Letnan Mas oleh Kompeni ke Padang untuk menumpas para pembangkang balesting.
Terjadilah peperangan satu lawan satu antara Letnan Mas dengan Datuk Maringgih. Akhir cerita Letnan Mas yang tak lain adalah Syamsul Bahri tewas di pedang diujung pedang, bersamaan dengan Datuk Maringgih juga roboh terkena tembakan Letnan Mas.

Rumah Gadang








Rumah Gadang
Rumah Gadang dimana Bumbung rumah adat Minangkabau yang dipanggil rumah gadang, (Rumah Besar) memiliki rupa bentuk yang unik karena ia menyerupai tanduk kerbau.Terdapat juga prinsip-prinsip tertentu dalam pembinaan rumah adat Minangkabau. Orang Minangkabau atau Minang adalah kumpulan etnik Nusantara yang berbahasa dan menjunjung adat Minangkabau. Wilayah penganut kebudayaannya meliputi Sumatera barat, separuh darat riau, bagian utara bengkulu, bagian barat jambi, bagian selatan sumatera utara, barat daya aceh, dan juga Negeri Sembilan di malaysia.Kebudayaan mereka adalah bersifat keibuan (matrilineal), dengan harta dan tanah diwariskan dari ibu kepada anak perempuan, sementara urusan agama dan politik merupakan urusan kaum lelaki (walaupun setengah wanita turut memainkan peranan penting dalam bidang ini). Kini sekitar setengah orang Minangkabau tinggal di rantau, mayoritas di Kabupaten dan Kota besar di Indonesia dan Malaysia. Orang Melayu di Malaysia banyak yang berasal dari Minangkabau, mereka utamanya mendiami negeri sembilan dan Johor. Walaupun suku Minangkabau kuat dalam pegangan agama Islam. mereka juga kuat dalam mengamalkan tradisi turun-temurun yang digelar adat. Beberapa unsur adat Minangkabau berasal dari paham dan agama animise Hindu yang telah lama ada sebelum kedatangan Islam. Walau bagaimanapun, pengaruh agama Islam masih kuat di dalam adat Minangkabau, seperti yang tercatat di dalam pepatah mereka, Adat basandi syara’, syara’ basandi Kitabullah, yang bermaksud, adat (Minangkabau) bersendi hukum Islam dan hukum Islam bersendi Al Qu'ran. Orang Minangkabau sangat menonjol dibidang perniagaan atau perdagangan, sebagai profesional dan intelektual. Mereka merupakan pewaris terhormat dari tradisi tua Kerajaan melayu dan Sriwijaya yang gemar berdagang dan dinamik.
 
Ukiran
Pada bagian dinding Rumah Gadang di buat dari bahan papan, sedangkan bagian belakang dari bahan bambu. Papan dinding dipasang vertikal, sementara semua papan yang menjadi dinding dan menjadi bingkai diberi ukiran, sehingga seluruh dinding menjadi penuh ukiran. Penempatan motif ukiran tergantung pada susunan dan letak papan pada dinding Rumah Gadang.
Pada dasarnya ukiran pada Rumah Gadang merupakan ragam hias pengisi bidang dalam bentuk garis melingkar atau persegi. Motifnya umumnya tumbuhan merambat, akar yang berdaun, berbunga dan berbuah. Pola akar biasanya berbentuk lingkaran, akar berjajaran, berhimpitan, berjalinan dan juga sambung menyambung. Cabang atau ranting akar berkeluk ke luar, ke dalam, ke atas dan ke bawah.
Disamping motif akar, motif lain yang dijumpai adalah motif geometri bersegi tiga, empat dan genjang. Motif daun, bunga atau buah dapat juga diukir tersendiri atau secara berjajaran.
Fungsi
Rumah Gadang sebagai tempat tinggal bersama, mempunyai ketentuan-ketentuan tersendiri. Jumlah kamar bergantung kepada jumlah perempuan yang tinggal di dalamnya. Setiap perempuan dalam kaum tersebut yang telah bersuami memperoleh sebuah kamar. Sementara perempuan tua dan anak-anak memperoleh tempat di kamar dekat dapur. Gadis remaja memperoleh kamar bersama di ujung yang lain.
Seluruh bagian dalam Rumah Gadang merupakan ruangan lepas kecuali kamar tidur. Bagian dalam terbagi atas lanjar dan ruang yang ditandai oleh tiang. Tiang itu berbanjar dari muka ke belakang dan dari kiri ke kanan. Tiang yang berbanjar dari depan ke belakang menandai lanjar, sedangkan tiang dari kiri ke kanan menandai ruang. Jumlah lanjar bergantung pada besar rumah, bisa dua, tiga dan empat. Ruangnya terdiri dari jumlah yang ganjil antara tiga dan sebelas.
Rumah Gadang biasanya dibangun diatas sebidang tanah milik keluarga induk dalam suku/kaum tersebut secara turun temurun dan hanya dimiliki dan diwarisi dari dan kepada perempuan pada kaum tersebut Dihalaman depan Rumah Gadang biasanya selalu terdapat dua buah bangunan Rangkaian, digunakan untuk menyimpan padi. Rumah Gadang pada sayap bangunan sebelah kanan dan kirinya terdapat ruang anjung (Bahasa Minang: anjuang) sebagai tempat pengantin bersanding atau tempat penobatan kepala adat, karena itu rumah Gadang dinamakan pula sebagai rumah Baanjuang. Anjung pada kelarasan Bodi-Chaniago tidak memakai tongkat penyangga di bawahnya, sedangkan pada kelarasan Koto-Piliang memakai tongkat penyangga. Hal ini sesuai filosofi yang dianut kedua golongan ini yang berbeda, salah satu golongan menganut prinsip pemerintahan yang hirarki menggunakan anjung yang memakai tongkat penyangga, pada golongan lainnya anjuang seolah-olah mengapung di udara. Tidak jauh dari komplek Rumah Gadang tersebut biasanya juga dibangun sebuah surau yang berfungsi sebagai tempat ibadah, tempat pendidikan dan juga sekaligus menjadi tempat tinggal lelaki dewasa, kaum tersebut yang belum menikah.

jam gadang







Jam gadang yang terletak di daerah bukit tinggi. jam ini adalah salah satu mercu tanda bagi daerah bukit tinggi. bukit tinggi adalah tempat yang paling popular untuk dilawati di propensi sumatra barat. Kawasan ini jugak mempunyai banyak tempat atau kedai yang meyediakan pelbagai keperluan yang berkualiti tinggi dan berpatutan.
Jam Gadang Bukittinggi
Jam Gadang adalah landmark kota Bukittinggi dan provinsi Sumatra Barat di Indonesia. Simbol khas Sumatera Barat ini pun memiliki cerita dan keunikan karena usianya yang sudah puluhan tahun. Jam Gadang dibangun pada tahun 1926 oleh arsitek Yazin dan Sutan Gigi Ameh. Peletakan batu pertama jam ini dilakukan putra pertama Rook Maker yang saat itu masih berumur 6 tahun. Jam ini merupakan hadiah dari Ratu Belanda kepada Controleur (Sekretaris Kota).

Simbol khas Bukittinggi dan Sumatera Barat ini memiliki cerita dan keunikan dalam perjalanan sejarahnya. Hal tersebut dapat ditelusuri dari ornamen pada Jam Gadang. Pada masa penjajahan Belanda, ornamen jam ini berbentuk bulat dan di atasnya berdiri patung ayam jantan.

Pada masa penjajahan Jepang , ornamen jam berubah menjadi klenteng. Sedangkan pada masa setelah kemerdekaan, bentuknya ornamennya kembali berubah dengan bentuk gonjong rumah adat Minangkabau .

Angka-angka pada jam tersebut juga memiliki keunikan. Angka empat pada angka Romawi biasanya tertulis dengan IV, namun di Jam Gadang tertera dengan IIII.

Dari menara Jam Gadang, para wisatawan bisa melihat panorama kota Bukittinggi yang terdiri dari bukit, lembah dan bangunan berjejer di tengah kota yang sayang untuk dilewatkan.

Saat dibangun biaya seluruhnya mencapai 3.000 Gulden dengan penyesuaian dan renovasi dari waktu ke waktu. Saat jaman Belanda dan pertama kali dibangun atapnya berbentuk bulat dan diatasnya berdiri patung ayam jantan.

Sedangkan saat masa jepang berubah lagi dengan berbentuk klenteng dan ketika Indonesia Merdeka berubah menjadi rumah adat Minangkabau.

Setiap hari ratusan warga berusaha di lokasi Jam Gadang. Ada yang menjadi fotografer amatiran, ada yang berjualan balon, bahkan mencari muatan oto (kendaraan umum) untuk dibawa ke lokasi wisata lainnya di Bukittinggi.

"Jam Gadang ini selalu membawa berkah buat kami yang tiap hari bekerja sebagai tukang foto dan penjual balon di sini. Itu sebabnya jam ini menjadi jam kebesaran warga Minang," ujar Afrizal, salah seorang tukang potret amatir di sekitar Jam Gadang.

Untuk mencapai lokasi ini, para wisatawan dapat menggunakan jalur darat. Dari kota Padang ke Bukittinggi, perjalanan dapat ditempuh selama lebih kurang 2 jam perjalanan menggunakan angkutan umum. Setelah sampai di kota Bukittinggi, perjalanan bisa dilanjutkan dengan menggunakan angkutan kota ke lokasi Jam Gadang.

Lebih Jauh Tentang Jam Gadang:

Sepintas, mungkin tidak ada keanehan pada bangunan jam setinggi 26 meter tersebut. Apalagi jika diperhatikan bentuknya, karena Jam Gadang hanya berwujud bulat dengan diameter 80 sentimeter, di topang basement
dasar seukuran 13 x 4 meter, ibarat sebuah tugu atau monumen. Oleh karena ukuran jam yang lain dari kebiasaan ini, maka sangat cocok dengan sebutan Jam Gadang yang berarti jam besar.

Bahkan tidak ada hal yang aneh ketika melihat angka Romawi di Jam Gadang. Tapi coba lebih teliti lagi pada angka Romawi keempat. Terlihat ada sesuatu yang tampaknya menyimpang dari pakem. Mestinya, menulis angka Romawi empat dengan simbol IV. Tapi di Jam Gadang malah dibuat menjadi angka satu yang berjajar empat buah (IIII). Penulisan yang diluar patron angka romawi tersebut hingga saat ini masih diliputi misteri.

Tapi uniknya, keganjilan pada penulisan angka tersebut malah membuat Jam Gadang menjadi lebih “menantang” dan menggugah tanda tanya setiap orang yang (kebetulan) mengetahuinya dan memperhatikannya. Bahkan uniknya lagi, kadang muncul pertanyaan apakah ini sebuah patron lama dan kuno atau kesalahan serta atau atau yang
lainnya. Dari beragam informasi ditengah masyarakat, angka empat aneh tersebut ada yang mengartikan sebagai penunjuk jumlah korban yang menjadi tumbal ketika pembangunan. Atau ada pula yang mengartikan, empat orang tukang pekerja bangunan pembuatan Jam Gadang meninggal setelah jam tersebut selesai. Masuk akal juga, karena jam tersebut diantaranya dibuat dari bahan semen putih dicampur putih telur.

Jika dikaji apabila terdapat kesalahan membuat angka IV, tentu masih ada kemungkinan dari deretan daftar misteri. Tapi setidaknya hal ini tampaknya perlu dikesampingkan.
Sebagai jam hadiah dari Ratu Belanda kepada controleur (sekretaris kota), dan dibuat ahli jam negeri Paman Sam Amerika, kemungkinan kekeliruan sangat kecil. Tapi biarkan saja misteri tersebut dengan berbagai kerahasiaannya.

Namun yang patut diketahui lagi, mesin Jam Gadang diyakini juga hanya ada dua di dunia. Kembarannya tentu saja yang saat ini terpasang di Big Ben, Inggris. Mesin yang bekerja secara manual tersebut oleh pembuatnya, Forman (seorang bangsawan terkenal) diberi nama Brixlion.

Sekarang balik lagi ke angka Romawi empat, apakah pembuatan angka empat yang aneh itu disengaja oleh pembuatnya, juga tidak ada yang tahu. Tapi yang juga patut dicatat, bahwa Jam Gadang ini peletakan batu pertamanya dilakukan oleh seorang anak berusia enam tahun, putra
pertama Rook Maker yang menjabat controleur Belanda di Bukittinggi ketika itu.

Ketika masih dalam masa penjajahan Belanda, bagian puncak Jam Gadang terpasang dengan megahnya patung seekor ayam jantan. Namun saat Belanda kalah dan terjadi pergantian kolonialis di Indonesia kepada Jepang, bagian atas tersebut diganti dengan bentuk klenteng. Lebih jauh lagi ketika masa kemerdekaan, bagian atas klenteng diturunkan diganti gaya atap bagonjong rumah adat Minangkabau.

Rabu, 20 Juni 2012

9 Pantai Terindah di Indonesia

9 Pantai Terindah di Indonesia
Dengan segenap pesona yang dimilikinya, tak heran pantai menjadi tujuan banyak orang untuk berlibur.
Juga untuk melepas penat dengan menyesap keindahan yang sedemikian eksotis.
Lantas, pantai mana sajakah yang mendapat predikat sebagai pantai terindah di Indonesia?
Berikut adalah 9 pantai terindah di Indonesia yang dapat Anda kunjungi sebagai alternatif tempat berlibur.
1. Pantai Kuta
Adakah yang tidak mengenal keindahan pantai ini? Ya, pantai yang berada di wilayah Kabupaten Badung ini memang sangat masyhur keindahannya.
Pantai ini menjadi tujuan utama wisatawan mancanegara yang mengunjungi Bali. Pantai Kuta dikenal sebagai pantai matahari terbenam karena di kala senjalah pemandangan terindah nan romantis pantai ini dapat dinikmati. Pesona pantai ini juga muncul dari hamparan pasir putih bersih dan pantai yang lebar.
2. Pantai Bunaken
Reputasi Pulau Bunekan sebagai salah satu wilayah yang memiliki pemandangan alam bawah laut terindah di dunia memang sudah sangat populer. Namun, untuk para pengunjung yang tidak ingin menyelam untuk menikmati keindahan taman laut yang menjadi bagian dari Taman Nasional Bunaken, panorama pantai Bunaken pun sedemikian memikat. Pulau Benaken berada di sebelah utara Pulau Sulawesi dan merupakan bagian dari wilayah Provinsi Sulawesi Utara.
3. Pantai Sengigi
Pantai Senggigi berada di Pulau Lombok, Provinsi Nusa Tenggara Barat. Terumbu karang yang menjulang ke tengah membuat ombak besar pecah ketika masih di tengah, jadilah ombak yang tenang. Ombak tenang dan pantai yang landai menjadikan tempat ini menyenangkan untuk berenang.
Matahari menjelang tenggelam, sinar keemasannya memantul begitu sempurna di permukaan laut. Hingga terciptalah pemandangan yang sedemikian dahsyat keindahannya. Setengah jam berjalan kaki, para pengunjung akan menemukan Batu Bolong, yaitu sebuah pura yang didirikan di atas batu karang di pinggir pantai. Di tempat ini, terlihat Gunung Agung yang berada di Pulau Bali.
4. Pantai Pangandaran
Pantai Pangandaran berada di Kabupaten Ciamis, Jawa Barat. Pantai Pangandaran merupakan pantai terbaik di Pulai Jawa versi AsiaRooms. Selain menikmati keindahannya yang memikat, di pantai ini, pengunjung dapat melihat matahari terbit dan terbenan dari tempat yang sama. Pantainya yang landai juga cocok untuk melakukan kegiatan berenang.
5. Pantai Plengkung
Pantai Plengkung berada di wilayah Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur. Pemandangan yang elok dan ombaknya yang tinggi, mencapai 4-5 meter, menjadikan pantai ini impian para penggemar olahraga selancar.
Pantai Pengklung dikepung oleh hutan dan dijuluki sebagai surga kesunyian. Jadi, selain menikmati keindahan pantai, di tempat ini pengunjung juga dapat menjelajah hutan dan melihat berbagai satwa di dalamnya.
6. Pantai Parai Tenggiri
Pantai ini berada di wilayah Kabupaten Bangka, Provinsi Bangka Belitung. Hamparan bebatuan di pantai di bak dekorasi alam yang makin menyempurnakan keindahannya. Hamparan pasir putih dan pesona matahari terbit adalah daya pikat lain dari pantai ini.
7. Pantai Natsepa

Pantai Natsepa berada di Pulau Ambon, Maluku Tengah. Hamparan pasir putih dan keindahan panorama senja menjadi daya tarik pantai ini. Rujak Natsepa yang merupakam kuliner khas wilayah ini, menjadikan liburan di pantai Natsepa terasa makin menyenangkan.
8. Pantai Tablanusu
Pantai Tablanusu berada di wilayah Kabupaten Jayapura, Provinsi Papua. Perbukitan dengan rumput menghijau di pinggir pantai, menciptakan pemandangan yang indah di pantai ini.
Keunikan pantai ini terletak pada hamparan kerikil di tepinya. Pantai Tablanusu tidak berpasir sebagaimana umumnya, tetapi pinggirannya tertutup kerikil yang jika diinjak akan memunculkan bebunyian yang unik.
9. Pantai Parangtritis
Pantai Parangtritis merupakan pantai paling terkenal di Yogyakarta. Pantai ini tidak dapat dipisahkan dari legenda Ratu Kidul. Pantai Parangtritis diyakini banyak orang Jawa sebagai pintu gerbang menuju kerajaan milik penguasa laut selatan tersebut.
Pantai Parangtritis menampilkan pemandangan terbaiknya pada sore hari, menjelang matahari kembali ke peraduan. Permaduan langit senja yang kemerahan, permukaaan air yang memantulkan bayang matahari berwarna keemasan, dan suasana yang remang-ramang, sungguh mampu menggetarkan jiwa-jiwa yang romantis.
Di pantai Parangtritis terdapat sebuah tebing bernama Tebing Gembirawati. Dari atasnya, pengunjung dapat melihat ke segenap penjuru pantai, dengan ombaknya yang bergulung-gulung tinggi khas pantai selatan. Di ujung timur pantai Parangtritis, terdapat gugusan karang yang sedemikian indah.

Gabriel 'Batigol' Batistuta



VCI - Gabriel Omar Batistuta (lahir 1 Februari 1969), nicknamed Batigol, adalah mantan pemain sepak bola profesional. Striker Argentina produktif sebagian besar bermain di klub sepak bola Fiorentina di Italia, dan ia adalah pencetak gol terbanyak sepanjang masa kesembilan di liga Serie A Italia, dengan 184 gol dalam 318 pertandingan. Pada tingkat internasional, ia adalah pencetak gol terbanyak sepanjang masa tertinggi untuk tim nasional Argentina, dengan 56 gol dalam 78 pertandingan tim nasional, dan ia mewakili negaranya di tiga Piala Dunia. Pada tahun 2004, ia disebutkan dalam daftar 100 FIFA dari "125 Greatest Living Footballers".

Ketika klub Fiorentina itu terdegradasi ke Seri B pada tahun 1993, Batistuta tetap dengan klub dan membantunya kembali ke liga top-penerbangan setahun kemudian. Seorang tokoh olahraga populer di Florence, para fans Fiorentina mendirikan patung perunggu seukuran dirinya pada tahun 1996, sebagai pengakuan atas penampilannya untuk Fiorentina [1] Ia pernah memenangkan liga Italia dengan Fiorentina,. Tapi ketika ia pindah ke Roma pada tahun 2000 , dia akhirnya memenangkan kejuaraan Serie A mahkota karirnya di Italia. Dia bermain musim lalu profesionalnya di Qatar dengan Al-Arabi sebelum pensiun pada tahun 2005.

Biografi


Batistuta lahir pada 1 Februari 1969, untuk pekerja rumah jagal Omar Batistuta dan sekolah sekretaris Gloria Batistuta, di kota Avellaneda, Provinsi Santa Fe, Argentina, tetapi dibesarkan di kota dekat Reconquista. Ia memiliki tiga saudara perempuan muda, bernama Elisa, Alejandra, dan Gabriela.

Pada usia 16, ia bertemu dengan Irina Fernández, istri masa depannya, di quinceañera, suatu ritus perjalanan pada hari ulang tahunnya 15-nya. Dia dilaporkan telah mengabaikannya tetapi lima tahun kemudian, pada tanggal 28 Desember 1990, mereka menikah di Gereja Saint Roque. Pasangan itu pindah ke Florence, Italia, pada tahun 1991, dan setahun kemudian anak pertama mereka, Thiago, lahir. Berkat kinerja yang baik dalam kejuaraan Italia dan dengan tim nasional Argentina, Batistuta mendapatkan ketenaran dan rasa hormat. Dia difilmkan beberapa iklan dan diundang ke acara TV banyak, tetapi meskipun ini, Batistuta selalu tetap seorang pria keluarga low-profile.

Pada tahun 1996, selama kemenangan Fiorentina 2-1 di Milan, ia dirayakan mencetak gol penentu pertandingan dengan mengatakan Te amo, Irina ('Aku mencintaimu, Irina ", kepada istrinya) untuk kamera. Campuran banding seks dan kesetiaan mengokohkan reputasi jantung berdenyut Batistuta di antara perempuan Argentina dan Italia. Pada tahun 1997, putra kedua Batistuta's, Lucas, lahir, dan anak ketiga, Joaquín, diikuti pada tahun 1999. Dia sekarang memiliki Shamel putra keempat. Pada tahun 2000, Batistuta dan keluarganya pindah ke Roma, di mana ia bermain untuk Roma. Dua tahun setelah Shamel lahir, Batistuta dipinjamkan ke Inter. Pada tahun 2002, setelah lebih dari 10 tahun di Italia, keluarganya pindah ke Qatar tempat Batistuta telah menerima kontrak menguntungkan selebriti bermain dengan tim lokal, Al-Arabi.

Batistuta mengakhiri karirnya di Al-Arabi, pensiun pada Maret 2005, setelah serangkaian cedera yang mencegah dia dari bermain. Segera setelah itu ia pindah ke Perth, Australia. Pada bulan April 2006, kota ini didirikan waralaba A liga-, Perth Glory adalah disiapkan untuk penjualan Batistuta namun tidak tertarik dalam pembelian tidak melihat potensi yang sebenarnya di klub tersebut.

Karir Klub


Awal karir


Sebagai seorang anak, olahraga Batistuta lain lebih suka sepak bola. Karena ketinggiannya, ia bermain basket, tapi setelah kemenangan Argentina dalam Piala Dunia FIFA 1978, di mana ia sangat terkesan dengan keterampilan Mario Kempes, ia mengabdikan dirinya untuk sepakbola. Setelah bermain dengan teman-teman di jalanan dan di klub kecil Grupo Alegria, ia bergabung dengan tim junior lokal Platense. Sementara dengan Platense ia terpilih untuk tim Reconquista yang memenangkan kejuaraan provinsi dengan mengalahkan Newell's Old Boys dari Rosario. 2 Nya tujuan menarik perhatian dari tim oposisi, dan ia menandatangani bagi mereka pada tahun 1988.

Newell's Old Boys

Batistuta menandatangani formulir profesional dengan Newell's Old Boys, yang pelatih Marcelo Bielsa itu, yang kemudian akan menjadi pelatih Batistuta dengan tim nasional Argentina. Hal-hal tidak datang dengan mudah bagi Batistuta selama tahun pertamanya dengan klub. Dia jauh dari rumah, keluarga, dan pacarnya Irina, tidur di sebuah ruangan di stadion, dan memiliki masalah berat badan yang melambat dia. Pada akhir tahun itu ia dipinjamkan ke tim yang lebih kecil, Deportivo Italiano, dari Buenos Aires, dengan siapa dia berpartisipasi dalam Piala Carnevale di Italia, berakhir sebagai pencetak gol terbanyak dengan 3 gol.

River Plate

Pada pertengahan tahun 1989, Batistuta membuat lompatan ke salah satu klub terbesar Argentina, River Plate, di mana ia mencetak 17 gol. Namun, semua tidak berjalan lancar. Dia telah banyak berurusan dengan pelatih Daniel Passarella (dengan siapa ia kemudian konfrontasi di tim nasional) dan ia turun dari tim di tengah musim.

Boca Juniors

Pada tahun 1990, Batistuta ditandatangani untuk arch-rival River, Boca Juniors. Setelah pergi begitu lama tanpa bermain, ia awalnya merasa sulit untuk menemukan bentuk terbaiknya. Namun, pada awal tahun 1991 Oscar Tabárez menjadi pelatih Boca, dan ia memberi Batistuta dukungan dan kepercayaan diri untuk menjadi top skorer liga yang musim sebagai Boca memenangkan kejuaraan.

Fiorentina

Sementara bermain untuk Argentina di Copa América 1991, wakil presiden Fiorentina terkesan dengan keterampilan Batistuta dan ditandatangani dia untuk klub Italia. Dia mulai bagus di Serie A, mencetak 13 gol di musim debutnya. Namun, pada musim berikutnya (Serie A 1992-1993) Fiorentina kalah dalam pertempuran degradasi dan diturunkan ke divisi Seri B, meskipun Batistuta 16 gol musim. klub itu kembali ke Seri A setelah satu musim di Serie B, dengan kontribusi 16 gol dari Batistuta dan pengelolaan Claudio Ranieri.

Di Fiorentina, Batistuta menemukan bentuk terbaiknya. Dia adalah pencetak gol terbanyak musim 1994-1995 dengan 26 gol, dan ia memecahkan rekor Ezio Pascutti dari 30 tahun dengan mencetak gol di seluruh 11 pertandingan pertama musim ini. Pada musim 1995-1996 Fiorentina memenangkan Piala Italia dan Super Coppa.

Setelah kegagalan untuk memenangkan kejuaraan Italia dengan Fiorentina, Batistuta mulai mempertimbangkan transfer ke tim yang lebih besar. Dalam upaya untuk menjaga Batistuta, Fiorentina dipekerjakan sebagai pelatih Giovanni Trapattoni dan berjanji akan melakukan segalanya untuk memenangkan Scudetto. Setelah awal yang sangat baik untuk musim ini, Batistuta mengalami cedera yang membuatnya keluar dari tindakan selama lebih dari sebulan. Kehilangan momentum, Fiorentina kehilangan memimpin dan mengakhiri musim di tempat ketiga, yang memberikan mereka kesempatan untuk berpartisipasi di Liga Champions pada musim berikutnya.

AS Roma

Batistuta tinggal di Fiorentina untuk musim 1999-00, tergoda oleh peluang untuk menang baik Scudetto dan Liga Champions. Setelah awal yang menjanjikan di kedua kompetisi, tim hanya mencapai ketujuh di liga dan telah dieliminasi dalam fase grup putaran kedua turnamen Eropa. Musim berikutnya, ia dipindahkan ke Roma dalam sebuah kesepakatan senilai 70000000000 lira Italia [3] dan menandatangani kontrak 3 tahun, yang diperoleh 14800000000 lira Italia per tahun sebelum pajak.

Meskipun cedera lutut Pembatasan nomornya penampilan, ia mencetak 20 gol untuk Roma di musim pertamanya. Dia akhirnya menyadari impiannya untuk memenangkan sebuah piala besar seperti Roma merebut scudetto untuk pertama kalinya sejak tahun 1983. Musim berikut dengan Roma, ia mengubah nomor bajunya 18-20 mengacu pada jumlah ia mencetak gol selama kampanye menang Scudetto. Dia juga mengenakan usianya di bagian belakang jersey Roma pada 2002, nomor 33.

Akhir karir

Batistuta gagal menemukan bentuk dengan Roma dan dipinjamkan ke Internazionale, namun, ia gagal membuat kesan (mencetak 2 gol) dan berangkat untuk tim Qatar Al-Arabi pada transfer bebas. Di Qatar, ia memecahkan rekor untuk mencetak gol terbanyak yang diadakan oleh Qatar Legenda Mansour Mouftah oleh mencetak 24 gol. Dia mencetak gol lebih banyak untuk klub dari jumlah pertandingan yang dimainkannya. Dia diberikan untuk menjadi pencetak gol terbanyak di seluruh liga Arab pada tahun 2004 dengan Golden Boot.

Karir Internasional

Pada tahun 1991, Batistuta terpilih untuk bermain untuk Argentina di Copa América diadakan di Chili, di mana ia menyelesaikan turnamen sebagai pencetak gol terbanyak dengan enam gol sebagai romped untuk kemenangan Argentina.

Pada tahun 1993, Batistuta bermain di kedua Copa América, kali ini diadakan di Ekuador, Argentina lagi yang menang. Piala Dunia 1994, yang diselenggarakan di Amerika Serikat, ini mengecewakan: setelah memulai Argentina menjanjikan dikalahkan oleh Rumania dalam 16 terakhir. Moral tim itu serius dipengaruhi oleh suspensi doping Diego Maradona. Meskipun keluar mengecewakan Argentina, Batistuta mencetak empat gol dalam banyak pertandingan, termasuk hat-trick dalam pertandingan perdana melawan Yunani.

Selama pertandingan kualifikasi untuk Piala Dunia 1998 (dengan mantan manajer River Plate Daniel Passarella) Batistuta yang tersisa dari sebagian besar pertandingan setelah bertengkar dengan pelatih tim di atas aturan. Kedua akhirnya menaruh ke samping dan Batistuta sengketa dipanggil kembali untuk turnamen itu. Dalam pertandingan melawan Jamaika, ia mencatat hat trick kedua karirnya Piala Dunia, menjadi pemain 4 untuk mencapai ini (yang lain Sándor Kocsis, Just Fontaine, dan Gerd Müller) dan yang pertama mencetak hat trick dalam 2 Dunia cangkir. Sayangnya, Argentina tersingkir dari Piala Dunia milik Belanda dari pemenang menit-menit terakhir Bergkamp Dennis setelah kedua belah pihak telah mengadakan keluar untuk bermain imbang 1-1 selama hampir seluruh pertandingan.

Setelah serangkaian pertunjukan baik oleh Argentina di pertandingan kualifikasi untuk Piala Dunia 2002, harapan tinggi bahwa Amerika Selatan - sekarang dikelola oleh Marcelo Bielsa - bisa memenangkan piala dan Batistuta mengumumkan bahwa ia berencana untuk mengundurkan diri dari tim nasional di akhir turnamen, yang bertujuan untuk menang Argentina. Tapi "Kelompok Argentina kematian" melihat tim jatuh pada rintangan pertama, hanya mengelola kemenangan melawan Nigeria. Mereka kemudian jatuh ke Inggris 1-0 dan dikelola dasi hanya 1-1 melawan Swedia. Ini berarti bahwa tim itu tersingkir di babak pembukaan untuk pertama kalinya sejak tahun 1962.


Pensiun


Batistuta pensiun pada tahun 2005 dan pindah ke Perth, Australia, tetapi sejak pindah kembali ke Argentina. Meskipun telah menyelesaikan pelatihannya lencana di Argentina, ia saat ini tidak memiliki keterlibatan dengan sepak bola (bukan dia lebih suka bermain polo dan golf). Dia menyatakan minatnya dalam pembinaan tim nasional Australia dan tim Argentina [5.] Selama Piala Dunia FIFA 2006 ia bekerja sebagai komentator untuk Televisa Deportes. Batistuta saat ini menjalankan perusahaan konstruksi sendiri di Argentina.

Selasa, 19 Juni 2012

Budaya Pacu Jawi ditengah Genangan Lumpur - Sumbar



Para Joki dengan semangat menggigit ekor Jawi, ada juga yang memukul pantat Jawi dengan semangat agar laju Jawinya semakin kencang. Sementara tepian sawah berlumpur yang dijadikan arena semakin siang semakin ramai saja oleh masyarakat yang menyaksikan helat budaya tradisi pacu jawi. Ditengah teriakan semangat oleh masyarakat yang menyaksikan pacu jawi agar sang Joki memacu jawinya semakin kencang, aku bermandi lumpur demi mengabadikan sebuah helat budaya yang begitu unik serta suguhan tradisi dan pemandangan alam negeri Sumatera Barat laksana surga yang amboy nian.


 Sore itu aku membaca salah satu berita di harian nasional tentang pacu jawi yang tersohor di Negeri asalnya yakni sebuah nagari kecil di Kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat. Pacu Jawi jika diartikan dalam bahasa Indonesia berarti Balapan Sapi. Tidak terlalu sulit untuk datang ke Kabupaten tempat diadakanya Pacu Jawi ini, jika dari Padang Ibukota Sumatera Barat kita cukup pergi kearah Padang Panjang  kemungkinan akan menempuh waktu sekitar 2 jam-an. Kita juga bisa menumpang angkutan bus antar Kota dari Padang langsung menuju Batusangkar yang tiap jam pun ada. Jikalau datang dari padang menuju arah Batusangkar pemandangan elok akan menemani sepanjang perjalanan, mulai dari pemandangan sawah yang begitu elok, air terjun lembah anai, pemandangan gunung marapi yang menjulang, hamparan lahan pertanian, serta alam danau singkarak yang begitu elok.

Sore itu juga aku segera berkemas dan menyiapkan beberapa helai baju karena cuaca di ufuk barat terlihat kurang begitu bersahabat menurutku. Awan hitam menggumpal kelam sepertinya butiran air akan segera turun dalam beberapa jam kedepan. Namun itu tidak menjadi masalah untuk menyaksikan sebuah even budaya yang sangat menarik, baterai kamera ku sudah terisi penuh, memori utama dan memori cadangan tak lupa aku masukan ketas yang sudah mulai terlihat lusuh.  Rencanaku jam 9 malam ini aku akan bertolak menuju Sumatra Barat dari Pekanbaru. Perjalanan dari Pekanbaru ke Sumatera Barat sendiri kemungkinan akan ditempuh dalam waktu 5 jam. Dengan target perhentian pertama adalah makan malam di Lubuk Bangku sekitar jam 2 malam. Tepat jam 9 malam aku memacu motor bututku meninggalkan Subrantas setelah mengisi perut kosong di sebuah rumah makan kecil sebelum tabek patah. Turut bersamaku 2 orang teman Bang Widiarso dan Bang Yandra. Widiarso sehari hari bekerja sebagai pewarta foto di group JPNN sedangkan Bang Yandra di bagian iklan RPG. Perjalanan kami menuju Sumbar tidak begitu bermasalah, hanya saja Bang Yandra harus berhenti disetiap SPBU yang dilaluinya untuk mengisi ulang bensin motornya yang terkenal boros itu. Hujan yang aku kawatirkan sebelumnya pun malu-malu datang kebumi. Jalanan yang agak sepi serta kondisi jalan yang licin membuat aku bersemangat memacu motor bututku meski larinya tidak bisa melebihi 80 KM/ jam. Karena jika dipacu melewati batas kecepatan itu, aku yakin satu persatu orderdil motorku akan copot. Mulai dari knalpot, rantai, ban bahkan tangki minyaknyapun kemungkinan akan rapuh satu persatu. Ah tidak masalah yang penting akhirnya jam 1.30 kamipun sampai di Lubuk Bangku. Sebuah tempat perhentian setelah kelok 9 apabila kita datang dari arah Pekanbaru. Akupun membasuh muka yang begitu pekat akibat kepulan abu jalanan di sebuah rumah makan yang ditongkrongi oleh bus angkutan antar Provinsi. Aku memesan soto ditambah teh telor untuk penambah stamina agar besok badanku tidak sempoyongan. Hampir satu jam kami  menikmati peristirahatan ini, entah mengapa hujan tiba-tiba mengguyur dinginya malam itu. Ah sialan padahal kami akan menuju kota Payakumbuh untuk menginap beberapa jam di rumah Bang Yandra sebelum sinar pagi datang menjelang. Jam digital ku menunjukan pukul 2.40, jika mengkalkulasikan waktu tidur untuk malam ini kami hanya punya 2,5 jam dimulai dari sekarang. Akhirnya hujan pun kami tempuh menembus gelapnya jalananan basah Lubuk Bangku – Payakumbuh demi merebahkan tubuh sejenak. Sekitar setengah jam perjalanan dari Lubuk Bangku kamipun sampai di rumah Yandra untuk beristirahat sejenak. Aku sudah tidak tahan lagi dengan pakaian yang basah kuyup. Ini sungguh tidak begitu enak, bahkan celana dalamkunpun 100% basah. Dan adik kecilku begitu dingin dibuatnya. Sukurlah aku membawa pakaian ganti yang membuat tidurku malam itu lumayan nyenyak meski hanya 2 jam.

Pagi sekali aku sudah terbangun, udara kota Payakumbuh begitu menusuk tulang. Pagi itu kami akan menuju Batusangkar dari Kota Payakumbuh. Tujuan utama kami adalah Nagari Sungai Tarab tempat diadakanya helat budaya anak Nagari Pacu Jawi tersebut. Tepat pukul 6 aku mulai memacu laju motorku ditengah sepinya jalanan Kota Payakumbuh. Perjalanan kesana sungguh begitu indah, hamparan perbukitan memmbentang luas. Petani yang pergi kesawah menggiringi kerbauya untuk membajak, sawah yang ditanami benih  padi oleh kelompok petani yang rata-rata ibu-ibu tersebut. Pemandangan yang begitu indah menurutku. Setelah perjalanan sekitar 1 jam akhirnya kami sampai juga di sungai tarab. Aku tidak bisa menahan perut keronconganku. Pagi itu aku sarapan Nasi Padang dengan sambal Rendang. Cukuplah untuk pengganjal perut hingga nanti sore.



Masuk ke Arena Pacu Jawi

Tua Muda Pria Wanita dari kejauhan berbondong bondong menuju arah tempat diadakanya pacu jawi.Ibu ibu membawa dulang-dulang yang berisi makanan untuk disajikan sebelum pembukaan acara pacu jawi. Dulang dulang dengan hiasan berbagai motif yang menutupi itu disebut jamba Semakin siang semakin ramai saja yang melintasi pematang sawah menuju arena pacu jawi ini. Aku melihat mereka semua sangat gembira untuk menyaksikan acara pacu jawi ini. Dilain pihak rombongan pria membawa beberapa ekor jawinya untuk pacu jawi nanti. Ada pula yang memakai mobil untuk membawa Sapinya,. Namun ada yang begitu unik dan menarik perhatian ku. Ada beberapa ekor Sapi yang terlihat begitu menor dengan dandanan yang berkilau dari kejauhan. Sapi-sapi hias ! ya ternyata selain lomba Pacu Jawi, ternyata ada juga lomba sapi hias. Para penduduk desa berlomba untuk menghias sapinya agar menjadi lebih menarik. Uniknya disetiap kepala sapi tersebut ditempelkan nama yang begitu mengocok perutku ada namanya “Pistol”, “Bintang Pilem”, “Inul”, Si Ros” dan masih banyak lagi nama-nama aneh yang tidak sangat cocok untuk diberikan kepada jawi menor dandanan mereka. Arena pacu jawi kali ini tempat nya begitu indah menurutku. Terletak di kaki Gunung Marapi, di sawah luas dan untuk mencapainya kita harus melewati pematang sawah yang lebarnya  hanya  sekitar 1 meter. Dari jalan beraspal aku harus menggiring motor bututku sekitar 1 km melewati pematang sawah yang kedua sisinya adalah sawah yang baru dipanen dan masih tergenang lumpur. Ditambah lagi lalu lalang orang yang ingin menyaksikan pacu jawi membuat jalan kecil ditengah sawah ini sulit untuk dilalui. Malahan sapi-sapi peserta pacu jawi yang akan bertanding pun melalui jalan kecil ini pula. Aku harus sedikit bersabar menunggu jalanya sapi-sapi yang bak peragawati meleok-leok di atas pematang sawah. Ondeh mandeh tambuah ciek…!



Talempong adalah alat musik Tradisional Minangkabau, suaranya aku dengar mulai bersahut-sahutan saat diriku beranjak semakin dekat ke arena, ditambah dengan Saluang yang membuat suasana terasa begitu Minangkabau sekali.Orang-orang berlalu lalang di arena pacu jawi ini semuanya terneyum sumringah dan penuh keramahan. Tampak juga beberapa permainan anak yang sudah mulai lekang oleh waktu. Ada komedi putar namun semuanya terbuat dari kayu, ada gondola atau di Sumatera Barat di sebut “Buaian Kaliang”, anak-anak begitu terlhat gembira menaikinya. Teriakan –teriakan mereka menambah hangat suasana. Dari kejauhan beberapa orang terlihat bermain laying-layang ditengah birunya langit dengar latar belakang Gunung Marapi. Orang-orang begitu menikmati acara budaya ini mereka datang membawa anak dan cucu mereka. Tidak tahu pasti berapa umur pengunjung paling tua yang menyaksikan ini. Namun aku melihat sekelompok lelaki tua yang pakaianya seragam dan menjadi poin of interest sekali. Mereka memakai Batik + Payung bewarna kuning mencolok. Oh my god ! Inilah Indonesia yang sebenarnya begitu indah and natural sekali !



Aku berkeliling di arena pacu jawi ini. Tepat ditepian arena pacu ada beberapa Pondok kayu. Tiangnya semua terbuat dari bambu dengan atap pohon rumbia tempat penduduk sekitar berjualan. Ada yang berjualan Ketupat Gulai Paku, Katupat Pecal, Ada yang menjual Galamai sebuah makanan khas Payakumbuh, Sate dan berbagai macam makanan serta minuman lainya. Aku tertarik dengan minuman yang wadahnya terbuat dari tempurung kelapa dan dibawahnya diberi potongan bambu agar wadah tempurung tersebut bisa berdiri. Unik memang dan akupun memesan 1 cangkir. Orang sini menyebutnya “Kopi Daun”. Ya jika sebelumnya aku meminum kopi dari hasil olahan biji kopi atau kopi sachet yang aku beli diwarung Bang Ucok didepan rumah untuk menemaniku menyaksikan pertunjukan wayang ditengah malam namun kali ini berbeda. Aku meminum kopi dari olahan hasil Daun Kopi. Konon kopi daun ini pertama kali dikenal zaman penjajahan dimana dahulunya penjajah yang datang membodohi masyarakat tanah datar bahwa yang lebih berkhasiat dan lebih nikmat itu adalah hasil olahan dari daun kopi bukan bijinya. Jadilah masyarakat disini mengolah daun kopi untuk diminum. Rasa Kopi Daun sendiri begitu nikmat. Wadahnya membuat Kopi dari bahan daun ini begitu manis, selain itu tiupan angina sepoi-sepoi dengan dendang lagu Minangkabau membuat rasa kopi ini begitu nikmat dinikmati.Selesai menikmati seduhan kopi daun ini akupun  berhilir mudik diarena ini melihat semua aktifitas yang terjadi disini. 



Tepat tengah hari acara Pacu Jawi pun dibuka, dibuka dengan tari persambahan yang dilakoni oleh beberapa gadis cilik setempat. Mereka begitu elok menarikan tarian ini. Para penonton begitu terkesima oleh suguhan yang mereka hadirkan.Tepuk tangan riuh menjadi hadiah atas sajian tarian uni-uni minang ini ( Gadis – gadis Minangkabau). Setelah tarian mereka selesai, akhirnya acara yang paling ditunggu-tunggupun diumumkan melalui “TOA” atau pengeras suara seperti kita kenal kebanyakan. Siang itu semakin terik saja aku rasakan. Kulitku terasa terbakar rasanya berada disini, namun semua itu tak melunturkan niatku untuk menyaksikan tradisi pacu jawi ini. Justru disinilah kenikmatan menyaksikan even ini. Ditengah terik panas, berbaur dengan penduduk lokal, menikmati pemandangan alam nan elok ranah minangkabau, mencicipi berbagai makanan khas yang hanya ada di negeri indah tepat di kaki gunung marapi ini. Ditengah terik aku melihat ada seorang turis juga yang menyaksikan acara ini. Tampak sekali dia begitu menikmati acara ini. Aku semakin senang, melihat antusiasme penduduk dalam perhelatan ini, melihat turis datang berkunjung menikmati tradisi yang begitu menakjubkan, melihat kesederhanaan masyarakat Indonesia dengan balutan khas Keramahan yang aku juluki “Real Hospitality just Indonesia”, serta pemandangan negeri nan elok semakin membuka mataku untuk meyakini bahwa  Indonesia memang negeri surga dengan keelokan tiada tanding. Ratusan suku bangsa, ribuan tradisi, jutaan suguhan alam Indonesia sepertinya tidak akan habis untuk kita nikmati sepanjang hidup kita. Apa yang tidak ada di Negeri kita Indonesia ?  Mulai dari Pantai dengan laut nan biru mengisi rata-rata seluruh pantai di pesisir setiap pulau Indonesia, Salju Indah di Puncak Cartenz Pyramid nan ada di tanah Papua sana, danau nan indah tersebar dimana-mana, peninggalan tradisi nenek moyang seperti candi-candi yang bertabur, aneka satwa yang tidak dimiliki oleh Negara lain, tradisi unik dari berbagai macam suku yang ada di Indonesia dan masih banyak lag hal-hal yang membuatku semakin iri oleh indahnya alam negeriku.



Kembali ke bahasan pacu jawi, tepian sawah semakin ramai oleh penonton yang ingin menyaksikan kehebatan para joki memacu jawinya. Petakan sawah yang akan dijadikan arena ini terlihat berair dengan takaran air setinggi lutut. Ternyata untuk tinggi genangan air di petakan sawah ini ada ketentuanya juga. Petakan sawah yang akan dijadikan arena pacu jawi sendiri memiliki panjang sekitar lebih kurang 100 meter. Tepat dibawah petakan sawah yang akan dijadikan arena utama ada juga petakan sawah yang berair hal ini dimaksudkan untuk mengurangi kemungkinan sapi cedera akibat lari sapi yang keluar jalur. Sejajar dengan petakan yang dijadikan arena utama, terdapat petakan sawah yang sedikit berlumpur. Antara petakan sawah yang sedikit berlumpur dan petakan sawah yang dijadikan arena pacu jawi, dipisahkan oleh pematang yang nantinya para lelaki tegak untuk menghentikan laju sapinya. Untuk para penonton sendiri kebanyakan berdiri di tepian sawah yang lebih tinggi dari arena pacu jawi. Aku mengambil tempat persis dipematang sawah dimuka petakan sawah yang akan menjadi arena. Hal ini aku maksudkan agar mendapat sebuah frame foto dari depan sehingga aku bisa mendapatkan ekspresi para joki dengan sapinya yang berlari kencang meski resiko dihantam sapi yang melaju kencang sangat besar, namun itu tidak membuat niatku surut. Disinilah salah satu daya tarik memotret pacu jawi. Aku harus berpacu denga waktu dan lari sekencang-kencangnya apabila sapi itu berlari semakin dekat ke arahku. Lamakkk Bana !



Akhirnya pacu jawi yang kutunggu-tunggu dimulai juga. Pemilik sapi dan jokinya beranjak kea rah garis start dengan membawa dudukan yang terbuat dari kayu yang nantinya dudukan dari kayu perbentuk lonjong ini akan dipasangkan ke tubuh jawi. Diatas kayu inilah nantinya para joki berdiri untuk memacu sapinya tanpa alat apapun kecuali tangan dan gigi mereka. Mengapa begitu ? ya hanya tangan dan gigilah yang mereka gunakan untuk memacu jawinya agar berlari kencang. Tangan mereka digunakan untuk memukul pantat Sapi supaya berlari kencang sedangkan Giginya digunakan untuk menggigit ekor sapi tersebut tujuanya juga sama membuat sapi-sapi yang ditungganginya berlari semakin kencang. Nah uniknya pacu jawi ini terlihat dari peserta yang bertanding. Peserta pacu jawi sendiri adalah para pemilik sapi yang mencapai puluhan orang dengan sapi-sapi yang memadati arena berjumlah lebih kurang 400 – 600 ekor. Terbayang bukan betapa banyaknya sapi yang ada diarena ? aku melihat ini seperti sedang berada di Padang Gembala nan jauh entah dimana. Dalam perlombaanya pun tidak ada lawan, yang ada hanya sepasang sapi yang dipasangkan dudukan terbuat dari kayu denga ditunggangi joki tanpa ada pesaing. Untuk menilai sapi-sapi yang menang adalah dari sapi-sapi yang berlari kencang dan lurus dari garis start hingga garis finish. Semakin kencang dan lurus lari sapi-sapi tersebut maka semakin besar kemungkinan sapi-sapi tersebut untuk menang.


Filosofi Pacu Jawi dalam kehidupan sehari-hari

Unik dan penuh dengan nilai-nilai kehidupan. Itulah yang aku dapatkan dari menyaksikan sebuah perhelatan Pacu Jawi ini. Memang orang Minangkabau memiliki sebuah pepatah yang begitu mendidik “Alam Takambang Manjadi Guru” ya..memang benar dari alamlah kita seharusnya belajar. Pepatah yang begitu bermakna untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Dari alam kita seharusnya belajar dan menjadikan alam sebagai guru yang tak tertandingi. Bahkan ilmu yang alam sediakan tidaklah diajarkan sepenuhnya di sekolah formal sekalipun. Jika mau menelaah lebih dalam banyak hal yang kita bisa pelajari dari alam yang terbentang luas ini.



Begitu juga dengan pacu jawi. Tidak ada piala Gubernur, tidak ada uang puluhan juta, tidak ada trophy untuk sapi-sapi yang menang. Tidak ada juri yang menilai laju sapi-sapi ini untuk dianugerahkan sebagai “Cow of the Match”. Yang ada hanya masyarakat yang melihat dan menyaksikan yang menilai apakah sapi-sapi ini layak disandangkan sebagai juara. Bagaimanakah caranya mereka menilai sapi-sapi ini bisa menjadi juara ? Akupun menanyakan ke beberapa orang tetua yang menyaksikan pacu jawi ini. Jawaban logis dan sederhana namun begitu bernilai menurutku. Sapi-sapi yang akan menjadi pemenang adalah sapi-sapi yang berlari kencang dan lurus, gerakanya dengan pasanganya yang beraturan, larinya tdak keluar dari lintasan serta selamat dari garis start hingga finish. Lantas apabila sapi-sapi ini dinilai layak sebagai juara , apa yang didapatkan oleh pemilik sapi ini ?  Sederhana saja, jika sapi sapi tersebut dinilai layak oleh para penonton yang datang sebagai juara maka nilai jual dari sapi-sapi tersebut akan naik dibandingkan dengan nilai pasar sapi. Para penonton yang datang menyaksikan perhelatan sapi ini akan mencari sapi yang dianggapnya layak menjadi juara dan diakhir pertandingan, sapi-sapi yang dinilainya juara tadi akan ditawar dengan harga tinggi kepada sang pemiliknya untuk selanjutnya akan dilakukan transaksi jual beli apabila harga telah disepakati.

Menurut cerita yang aku dapatkan dari tetua yang menyaksikan pacu jawi ini. Filosofi pacu jawi itulah yang berlaku juga di dalam kehidupan sehari-hari manusia. Mengapa harus membandingkan sebuah helat budaya dengan kehidupan sehari-hari. Untuk menilai sapi yang menang adalah seperti diatas. Begitu juga dengan manusia, manusia yang akan menjadi juara dan pemenang itu adalah manusia yang mampu berjalan lurus, tidak keluar dari tatanan agama, budaya dan norma yang berlaku. Manusia yang mampu mengatur jalan hidupnya untuk tetap dijalur yang benar dengan menyelaraskan aspek yang berlaku untuk diimplementasikan kedalam kehidupanya. Hanya dengan begitu manusia bisa menjadi jawara sejati. Sungguh dibalik sebuah cipratan lumpur, ditengah teriakan penonton, ditengah padang sawah yang luas, tepat di kaki Gunung Marapi Sumatera Barat, diantara kerumunan ratusan sapi, dan ditengah semangat para joki yang memacu sapinya terdapat sebuah pelajaran berharga dari sebuah helat Budaya Pacu jawi. Pelajaran tentang hidup yang begitu berharga dari tanah subur Batusangkar.



Sungguh ini sebuah kenikmatan dan pelajaran bagiku menikmati Indonesia dan Kekayaanya. Semoga aku bisa merekam dan menuangkan cerita-cerita lainya tentang keelokan tradisi, alam dan masyarakat Indonesia. Pacu Jawi oh Pacu Jawi…